Senin, 10 April 2017

Makalah Istishna' Paralel



Tugas Kelompok                                                                   Dosen Pembingbing
Akuntansi Perbankan Syari’ah                                         Idel Waldelmi, S.Ei, M.Si

ISTISHNA’ DAN ISTISHNA’ PARALEL

Disusun Oleh
( Kelompok XI )
Alhammita
Firman Firdaus
Fakhru Razy
Happi Zurrahman
Sipakyah

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
2016


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan bumi beserta isinya dan memberkahi ilmu kepada umat manusia, sehinnga dapat terselesaikannya makalah dengan judul “Istishna dan Istishna Paralel” ini dengan tepat waktu.
            Tentunya dalam penyusunan makalah ini kami mengalami kesulitan, dan didalam makalah ini pastinya masih banyak memiliki kekurangan, karena wawasan kami yang kurang. Dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yakni Bapak Idel Waldelmi, yang mana telah  mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini.
            Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, serta pembaca dapat memberikan saran ataupun kritik agar kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.

Pekanbaru,  Desember  2016

                                                                                                      Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I...... PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.    Latar Belakang............................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan............................................................................ 1
BAB II..... PEMBAHASAN................................................................................ 2
A.    Istishna dan Jenisnya..................................................................... 2
B.     Ketentuan Syar’i, Rukun Dan Pengawasan Syariah Transaksi Istishna Dan Istishna Paralel 2
C.     Pengakuan Dan Pengukuran Istishna............................................. 4
D.    Alur Transaksi Istishna Dan Istishna Paralel.................................. 9
BAB III... KESIMPULAN................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 14










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang merupakan jual beli untuk forward kedua yang dibolehkan oleh syariah.
Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan dengan bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishna muncul. Agar akad istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama. Dalam istishna pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai, atau dibelakang, serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industry dan barang manufatur.
Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak.

B.     Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas dari dosen, makalah ini juga dibuat agar para pembaca dapat lebih mengerti bagaimana itu istishna maupun istishna paralel. Yang mana praktek akuntansinya di dalam bank syariah maupun perusahaan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    ISTISHNA DAN JENISNYA
            1.            Akad istishna adalah  akad jual beli dalam bentuk pemesan dan  pembuatan barang  tertentu dengan kriteria dengan persyaratan tertentu  yang di sepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN MUI) shani  akan  menyiapkan  barang yang di pesan dengan  spesifikasi  yang telah di sepakati  di mana ia dapat menyiapkan sendiri  atau melalui pihak lain.
            2.            Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan pemesan untuk memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna  dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi asset yang di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama antara penjual dan pemesan tidak bergantung pada istishna, kedua antara penjual dan pemasok, selain itu akad antara pemesan dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah  dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.[1]

B.     KETENTUAN SYAR’I, RUKUN DAN PENGAWASAN SYARIAH TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL
            1.            Ketentuan Syar’i Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Menurut mazhab Hanafi, istishna hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna diatur dalam Fatwa DSN Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna. Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Karena istishna mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna.
            2.            Rukun Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
a.      Rukun Transaksi Istishna
Rukun transaksi istishna meliputi: (a) transaktor, yakni pembeli dan penjual; (b) objek akad meliputi barang dan harga barang istishna; (c) ijab dan qabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna kedua belah pihak.
b.      Rukun Transaksi Istishna Paralel
Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa akad istishna kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna pertama juga berlaku pada akad istishna kedua
            3.            Pengawasan Syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli istishna dan istishna parallel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara periodic. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:
a.             Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam
b.            Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati
c.             Memastikan akad istishna dan akad istishna paralel dibuat dalam akad yang terpisah
d.            Memastikan bahwa akad istishna yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memebuhi kondisi, antara lain: (i) kedua belah pihak setuju untuk menghantikan akad istishna, dan (ii) akad istishna batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan aau penyelesaian akad.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna ddan istishna paralel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.[2]

C.    PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ISTISHNA
            1.            Akuntansi untuk Penjual
a.      Penyatuan dan Segmentasi Akad
PSAK 104 (2007) mengatur tentang penyatuan dan segmentasi akad  istishna, yang dimaksud dengan penyatuan akad disini adalah suatu kelompok akad istishna.dengan satu atau beberapa pembeli, maka hal tersebut disebut dengan penyatuan akad/satu akad dengan syarat tertentu. Sedangkan segementasi akad adalah suatu akad istishna yang mencakup sejumlah aset, maka akadnya dipisah antara aset yang satu dengan yang lainnya dengan syarat tertentu.
b.      Biaya Perolehan Istishna
PSAK telah mengatur pengakuan dan pengukuran biaya istishna biaya peroleh istishna yang terdiri dari:
1.      Biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan
2.      Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan prakad
Jurnal yang dibuat oleh entitas produsen untuk mencatat biaya perolehan istishna adalah sebagai berikut:
Tgl
Aset istishna dalam penyelesaian
Kas/rekening supplier/bahan, dsb
Rp xx
Rp xx


c.       Biaya Perolehan Istishna Paralel
Pada akad istishna paralel, PSAK telah mengaur pengakuan dan pengukuran biaya peroleh istishna paralel sebagai berikut.
Biaya istishna paralel terdiri dari:
1.      Biaya perolehan barang pesanan sebagai tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas
2.      Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya overhead termasuk biaya akad dan prakad
3.      Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah:
Tgl
Aset istishna dalam penyelesaian
Rekening kontraktor/kas
Rp xx

Rp xx

d.      Pendapatan Istishna dan Istishna Paralel
Pengakuan pendapatan istishna dan istishna paralel diatur dalam PSAK dan penjelasannya seperti berikut:
“Pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode prosentase penyelesaian atau metode akad selesai”. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pemesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.
Jika menggunakan metode prosentase penyelesaian, maka entitas syariah akan membuat jurnal untuk mengakui pendapatan sebagai berikut:
Tgl
Harga pokok istishna
Aset istishna dalam penyelesaian
Pendapatan istishna
Rp xx
Rp xx


Rp xx
Jika menggunakan akad selesai, maka pada saat entitas syariah menerima aset istishna dari kontraktor, maka jurnal yang dibuat adalah:
Tgl
Aset istishna
Aset istishna dalam penyelesaian
Rp xx

Rp xx

            2.            Akuntansi untuk Pembeli
(Bank) sebagai pembeli PSAK No. 104 (2007) telah mengatur pengakuan dan pengukurannya sebagai berikut.
a.       Pembeli mengakui aktiva istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih pembeli dan sekaligus mengakhiri utang istishna kepada penjual.
Dalam hal ini, jurnal yang dibuat bank adalah sebagai berikut:
Tgl
Aktiva istishna dalam penyelesaian
Utang istishna
Rp xx

Rp xx

b.      Aset istishna yang diperoleh melalui transaksi istishna dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai  beban istishna tangguhan.
Untuk itu pembeli akan mengakui dengan jurnal sebagai berikut:
Tgl
Aktiva istishna
Beban istishna tangguhan
Utang istishna
Rp xx
Rp xx


Rp xx

c.       Beban istishna tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna.
Jurnal yang akan dibuat oleh pembeli untuk mengamortisasi beban istishna tangguhan adalah:
Tgl
Beban istishna
Beban istishna tangguhan
Rp xx

Rp xx

d.      Apabila barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian ini dikurangkan dari garansi penelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
Untuk masalah ini entitas syariah akan mencatat dengan jurnal sebagai berikut:
                                          1.            Apabila kerugian lebih kecil dari garansi penyelesaian proyek
Pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl
Kas
Uang garansi penyelesaian proyek
Rp xx

Rp xx
Pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl
Uang garansi penyelesaian proyek
Rekening lain-lain
Rp xx

Rp xx
                                          2.            Apabila kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian proyek
Pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl
Kas
Uang garansi penyelesaian proyek
Rp xx

Rp xx
Pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl
Uang garansi penyelesaian proyek
Piutang jatuh tempo
Rekening lain-lain
Rp xx
Rp xx


Rp xx

e.       Jika pembeli menolak menerima arang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak dapat memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepad apenjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kapada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
Dalam hal ini, pembeli (bank) akan mencatat sebagai berikut:
Pembeli ditagih oleh penjual:
Tgl
Aktiva istishna
Beban istishna tangguhan
Utang istishna
Rp xx
Rp xx


Rp xx
Pada saat membayar kepada penjual:
Tgl
Utang istishna
Kas
Rp xx

Rp xx
Pada saat mengakui penarikan kembali atas pembayaran kepada penjual:
Tgl
Kas
Piutang jatuh tempo
Aset istishna dalam penyelesaian
Rp xx
Rp xx


Rp xx

f.       Jika pembeli (bank) menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam hal ini, bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl
Aset istishna
Kerugian penurunan nilai aktiva istishna
Aset istishna dalam penyelesaian
Rp xx
Rp xx


Rp xx
Kerugian penurunan nilai aktiva istishna dilaporkan laba rugi sebagai beban lain-lain.
g.      Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam hal ini, bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl
Aset istishna
Kerugian penurunan aktiva istishna
Aset istishna dalam penyelesaian
Rp xx
Rp xx


Rp xx[3]


D.    ALUR TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL
Pada istishna paralle terdapat tiga pihak yang terlihat, yaitu bank, nasabah dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiyaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan margin dari jualbeli barang yang terjadi. Margin diperboleh dari selisih harga beli bank kepada pemasok dengan harga jual akhir kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank mendapatkan pendapatan selain margin berupa pendapatan administrasi.
Pengertian yang dibuat atau  yang dibangun dalam istishna, menunjukkan periode yang diperlukan (antara akad jualbeli dengan penyerahan barang) untuk suatu pekerjaan penyelesaian barang. Pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan manufaktur atau konstruksi (bangunan/kapal/pesawat), rakit/assemble (kendaraan/mesin), instalasi (mesin atau sofware). Adapun skema transaksi istihna paralel ditunjukkan pada figur berikut:


                                                    



1.      Nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait dengan transaksi istishna yang akan dilaksanakan
2.      Pada transaksi istishna setelah akad disepakati, penjual mulai membuat atau menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal peneyerahan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi istishna paralel yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak membayar sendiri barang istishna, setelah menyepakati kontrak istishna dan menerima dana dari nasabah istishna, selanjutnya secara terpisah membuat akad istishna dengan produsen barang istishna.
3.      Setelah menyepakati transakasi istishna dalam jangka waktu tertentu, pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan
4.      Selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan
5.      Bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang ditagih
6.      Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan tingkat penyelesaian barang
7.      Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli
8.      Pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah
9.      Nasabah melunasi pembayaran barang istishna sesuai dengan akad yang telah disepakati.[4]


            Berdasarkan hasil wawancara yang kami adakan di Bank Permata syari’ah tepatnya berada di jalan jendral sudirman tidak jauh alokasinya dari hotel pangeran, disaat itu kami langsung menanyakan tentang produk akad syariah kepada bapak Herick Hermawan selaku CEO dibank Permata sayri’ah  tersebut, beliau mengatakan produk yang ada di bank permata ini diantaranya ialah
1.      Murabaha selaku jual beli produknya
a.       Salam
2.      Bagi Hasil Produknya hannya mengacu kepada
a.       Mudharabah
b.      Musyarakah
3.      Wadiah
Hannya itulah produk yang terdapat dibank Permata syari’ah tersebut sedangkan produk istisna’ dan istisna’ paralel memang tidak ada pelaksanaannya hannya sekedar teori tetapi tidak diamalkan dan praktekan dibank permata syari’ah tersebut. Itulah sekilas urain tentang wawancara kami bersama bapak Herick Hermawan atas kehilafan dan kekurangan kami mohon kritikan dan masukannya dari dosen pembingbing makalah ini.
















BAB III
KESIMPULAN

Istishna adalah  akad jual beli dalam bentuk pemesan dan  pembuatan barang  tertentu dengan kriteria dengan persyaratan tertentu  yang di sepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN MUI) shani  akan  menyiapkan  barang yang di pesan dengan  spesifikasi  yang telah di sepakati  di mana ia dapat menyiapkan sendiri  atau melalui pihak lain.
Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan pemesan untuk memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna  dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi asset yang di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama antara penjual dan pemesan tidak bergantung pada istishna, kedua antara penjual dan pemasok, selain itu akad antara pemesan dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah  dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.
Istishna hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna diatur dalam Fatwa DSN Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna. Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Karena istishna mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna.
Dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna ddan istishna paralel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: salemba empatjakarta.
Yaya, Riyal, dkk. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
Wiyono, Slamet dan Taufan Maulamin. 2012. Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.


[1] Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: salemba empatjakarta),  2008, h.216
[2] Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba Empat), 2012, h. 254-256
[3] Drs. Slamet Wiyono, Ak, MBA, SAS dan Taufan Maulamin, SE, Ak, MM, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media), 2012, h. 162-178
[4] Rizal Yaya, dkk, Op. Cit., h. 256-258

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Istishna' Paralel

Tugas Kelompok                                                                    Dosen Pembingbing Akuntansi Perbankan Syari’ah    ...