Tugas Kelompok Dosen
Pembingbing
Akuntansi Perbankan
Syari’ah Idel Waldelmi,
S.Ei, M.Si
ISTISHNA’ DAN ISTISHNA’
PARALEL
( Kelompok XI
)
Alhammita
Firman Firdaus
Fakhru Razy
Happi
Zurrahman
Sipakyah
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN
EKONOMI SYARIAH
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan
bumi beserta isinya dan memberkahi ilmu kepada umat manusia, sehinnga dapat
terselesaikannya makalah dengan judul “Istishna dan Istishna Paralel” ini
dengan tepat waktu.
Tentunya dalam penyusunan makalah
ini kami mengalami kesulitan, dan didalam makalah ini pastinya masih banyak
memiliki kekurangan, karena wawasan kami yang kurang. Dan kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yakni Bapak Idel Waldelmi, yang
mana telah mengarahkan kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini
dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, serta pembaca
dapat memberikan saran ataupun kritik agar kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.
Pekanbaru, Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I...... PENDAHULUAN............................................................................. 1
A.
Latar Belakang............................................................................... 1
B.
Tujuan Penulisan............................................................................ 1
BAB II..... PEMBAHASAN................................................................................ 2
A. Istishna dan Jenisnya..................................................................... 2
B. Ketentuan Syar’i, Rukun Dan Pengawasan Syariah Transaksi Istishna
Dan Istishna Paralel 2
C. Pengakuan Dan Pengukuran Istishna............................................. 4
D. Alur Transaksi Istishna Dan Istishna Paralel.................................. 9
BAB III... KESIMPULAN................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istishna merupakan salah
satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang
merupakan jual beli untuk forward kedua yang dibolehkan oleh syariah.
Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan dengan
bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishna muncul. Agar akad
istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan
dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama.
Dalam istishna pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai, atau
dibelakang, serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industry dan
barang manufatur.
Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk
memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai memproduksinya,
setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada
pihak yang lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya,
kontrak istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak.
B. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas dari dosen, makalah ini juga dibuat agar para
pembaca dapat lebih mengerti bagaimana itu istishna maupun istishna
paralel. Yang mana praktek akuntansinya di dalam bank syariah maupun
perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ISTISHNA DAN JENISNYA
1.
Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesan dan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dengan persyaratan
tertentu yang di sepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN MUI) shani akan
menyiapkan barang yang di pesan
dengan spesifikasi yang telah di sepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain.
2.
Istishna paralel
adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan pemesan untuk
memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat
memenuhi asset yang di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama
antara penjual dan pemesan tidak bergantung pada istishna, kedua antara
penjual dan pemasok, selain itu akad antara pemesan dan penjual dan akad antara
penjual dan pemesan harus terpisah dan
penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.[1]
B. KETENTUAN SYAR’I, RUKUN DAN
PENGAWASAN SYARIAH TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL
1.
Ketentuan
Syar’i Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Menurut mazhab Hanafi, istishna hukumnya boleh karena hal itu
telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang
mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna diatur dalam Fatwa
DSN Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna. Fatwa tersebut
mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Karena istishna
mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam juga berlaku pada
transaksi istishna.
2.
Rukun
Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
a.
Rukun
Transaksi Istishna
Rukun transaksi istishna meliputi: (a) transaktor, yakni pembeli
dan penjual; (b) objek akad meliputi barang dan harga barang istishna;
(c) ijab dan qabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna
kedua belah pihak.
b. Rukun Transaksi Istishna
Paralel
Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa akad istishna
kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus
dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah
akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna pertama
juga berlaku pada akad istishna kedua
3.
Pengawasan
Syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli istishna
dan istishna parallel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara
periodic. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, pengawasan
tersebut dilakukan untuk:
a.
Memastikan
barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam
b.
Meneliti
apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan
dan kriteria yang disepakati
c.
Memastikan
akad istishna dan akad istishna paralel dibuat dalam akad yang
terpisah
d.
Memastikan
bahwa akad istishna yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya
mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memebuhi kondisi, antara lain:
(i) kedua belah pihak setuju untuk menghantikan akad istishna, dan (ii)
akad istishna batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan aau penyelesaian akad.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah
untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna ddan istishna
paralel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk
melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS
dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.[2]
C. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ISTISHNA
1.
Akuntansi
untuk Penjual
a. Penyatuan dan Segmentasi Akad
PSAK 104 (2007) mengatur tentang penyatuan dan segmentasi
akad istishna, yang dimaksud dengan
penyatuan akad disini adalah suatu kelompok akad istishna.dengan satu
atau beberapa pembeli, maka hal tersebut disebut dengan penyatuan akad/satu
akad dengan syarat tertentu. Sedangkan segementasi akad adalah suatu akad istishna
yang mencakup sejumlah aset, maka akadnya dipisah antara aset yang satu dengan
yang lainnya dengan syarat tertentu.
b.
Biaya Perolehan Istishna
PSAK telah mengatur pengakuan dan pengukuran biaya istishna
biaya peroleh istishna yang terdiri dari:
1.
Biaya
langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang
pesanan
2.
Biaya
tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan prakad
Jurnal yang dibuat oleh entitas produsen untuk mencatat
biaya perolehan istishna adalah sebagai berikut:
Tgl
|
Aset istishna
dalam penyelesaian
Kas/rekening
supplier/bahan, dsb
|
Rp xx
|
Rp xx
|
c.
Biaya Perolehan Istishna
Paralel
Pada akad istishna paralel, PSAK telah mengaur
pengakuan dan pengukuran biaya peroleh istishna paralel sebagai berikut.
Biaya istishna paralel terdiri dari:
1. Biaya perolehan barang pesanan sebagai tagihan produsen
atau kontraktor kepada entitas
2. Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya overhead
termasuk biaya akad dan prakad
3. Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat
memenuhi kewajibannya, jika ada.
Jurnal yang
dibuat oleh entitas syariah adalah:
Tgl
|
Aset istishna
dalam penyelesaian
Rekening
kontraktor/kas
|
Rp xx
|
Rp xx
|
d. Pendapatan Istishna dan Istishna Paralel
Pengakuan
pendapatan istishna dan istishna paralel diatur dalam PSAK dan
penjelasannya seperti berikut:
“Pendapatan istishna
diakui dengan menggunakan metode prosentase penyelesaian atau metode akad
selesai”. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pemesanan selesai
dan diserahkan kepada pembeli.
Jika
menggunakan metode prosentase penyelesaian, maka entitas syariah akan membuat
jurnal untuk mengakui pendapatan sebagai berikut:
Tgl
|
Harga pokok
istishna
Aset istishna
dalam penyelesaian
Pendapatan istishna
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx
|
Jika menggunakan akad selesai, maka pada saat entitas
syariah menerima aset istishna dari kontraktor, maka jurnal yang dibuat
adalah:
Tgl
|
Aset istishna
Aset istishna dalam penyelesaian
|
Rp xx
|
Rp xx
|
2.
Akuntansi untuk Pembeli
(Bank) sebagai
pembeli PSAK No. 104 (2007) telah mengatur pengakuan dan pengukurannya sebagai
berikut.
a.
Pembeli mengakui aktiva istishna
dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih pembeli dan sekaligus
mengakhiri utang istishna kepada penjual.
Dalam hal ini,
jurnal yang dibuat bank adalah sebagai berikut:
Tgl
|
Aktiva istishna
dalam penyelesaian
Utang istishna
|
Rp xx
|
Rp xx
|
b.
Aset istishna yang diperoleh
melalui transaksi istishna dengan pembayaran tangguh lebih dari satu
tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya perolehan tunai diakui
sebagai beban istishna tangguhan.
Untuk itu
pembeli akan mengakui dengan jurnal sebagai berikut:
Tgl
|
Aktiva istishna
Beban istishna
tangguhan
Utang istishna
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx
|
c.
Beban istishna tangguhan
diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna.
Jurnal yang
akan dibuat oleh pembeli untuk mengamortisasi beban istishna tangguhan
adalah:
Tgl
|
Beban istishna
Beban istishna
tangguhan
|
Rp xx
|
Rp xx
|
d.
Apabila barang pesanan terlambat
diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian
pembeli, maka kerugian ini dikurangkan dari garansi penelesaian proyek yang
telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian
proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual
dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
Untuk masalah
ini entitas syariah akan mencatat dengan jurnal sebagai berikut:
1.
Apabila kerugian lebih kecil dari
garansi penyelesaian proyek
Pada saat
penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl
|
Kas
Uang garansi
penyelesaian proyek
|
Rp xx
|
Rp xx
|
Pada saat
pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl
|
Uang garansi
penyelesaian proyek
Rekening
lain-lain
|
Rp xx
|
Rp xx
|
2.
Apabila kerugian lebih besar dari
garansi penyelesaian proyek
Pada saat
penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl
|
Kas
Uang garansi
penyelesaian proyek
|
Rp xx
|
Rp xx
|
Pada saat
pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl
|
Uang garansi
penyelesaian proyek
Piutang
jatuh tempo
Rekening
lain-lain
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx
|
e.
Jika pembeli menolak menerima arang
pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak dapat memperoleh
kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepad apenjual, maka jumlah
yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kapada penjual
dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
Dalam hal ini,
pembeli (bank) akan mencatat sebagai berikut:
Pembeli
ditagih oleh penjual:
Tgl
|
Aktiva istishna
Beban istishna
tangguhan
Utang istishna
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx
|
Pada saat
membayar kepada penjual:
Tgl
|
Utang istishna
Kas
|
Rp xx
|
Rp xx
|
Pada saat
mengakui penarikan kembali atas pembayaran kepada penjual:
Tgl
|
Kas
Piutang
jatuh tempo
Aset istishna
dalam penyelesaian
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx
|
f.
Jika pembeli (bank) menerima barang
pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut
diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam hal ini,
bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl
|
Aset istishna
Kerugian
penurunan nilai aktiva istishna
Aset istishna
dalam penyelesaian
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx
|
Kerugian
penurunan nilai aktiva istishna dilaporkan laba rugi sebagai beban
lain-lain.
g.
Dalam istishna paralel, jika
pembeli akhir menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan
spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna. Selisih yang terjadi
diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam hal ini,
bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl
|
Aset istishna
Kerugian
penurunan aktiva istishna
Aset istishna
dalam penyelesaian
|
Rp xx
Rp xx
|
Rp xx[3]
|
D. ALUR TRANSAKSI ISTISHNA DAN ISTISHNA
PARALEL
Pada istishna paralle terdapat tiga pihak yang
terlihat, yaitu bank, nasabah dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah
tidak dapat melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode
pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiyaan dari bank. Atas pembiayaan
terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan margin dari jualbeli barang
yang terjadi. Margin diperboleh dari selisih harga beli bank kepada pemasok
dengan harga jual akhir kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank mendapatkan
pendapatan selain margin berupa pendapatan administrasi.
Pengertian yang dibuat atau yang dibangun dalam istishna,
menunjukkan periode yang diperlukan (antara akad jualbeli dengan penyerahan
barang) untuk suatu pekerjaan penyelesaian barang. Pekerjaan ini dapat berupa
pekerjaan manufaktur atau konstruksi (bangunan/kapal/pesawat), rakit/assemble
(kendaraan/mesin), instalasi (mesin atau sofware). Adapun skema
transaksi istihna paralel ditunjukkan pada figur berikut:
1. Nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan
negosiasi kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait dengan transaksi istishna
yang akan dilaksanakan
2. Pada transaksi istishna setelah akad disepakati, penjual
mulai membuat atau menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang diinginkan
pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal peneyerahan,
penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang
telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi istishna paralel yang
biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak membayar sendiri
barang istishna, setelah menyepakati kontrak istishna dan
menerima dana dari nasabah istishna, selanjutnya secara terpisah membuat
akad istishna dengan produsen barang istishna.
3. Setelah menyepakati transakasi istishna dalam
jangka waktu tertentu, pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang
dipesan
4. Selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan
tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan
5. Bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang
sebesar nilai yang ditagih
6. Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli
berdasarkan tingkat penyelesaian barang
7. Pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli
8. Pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank
syariah
9. Nasabah melunasi pembayaran barang istishna sesuai
dengan akad yang telah disepakati.[4]
Berdasarkan
hasil wawancara yang kami adakan di Bank Permata syari’ah tepatnya berada di jalan
jendral sudirman tidak jauh alokasinya dari hotel pangeran, disaat itu kami
langsung menanyakan tentang produk akad syariah kepada bapak Herick Hermawan
selaku CEO dibank Permata sayri’ah
tersebut, beliau mengatakan produk yang ada di bank permata ini
diantaranya ialah
1.
Murabaha
selaku jual beli produknya
a.
Salam
2.
Bagi
Hasil Produknya hannya mengacu kepada
a.
Mudharabah
b.
Musyarakah
3.
Wadiah
Hannya itulah produk yang terdapat dibank Permata
syari’ah tersebut sedangkan produk istisna’ dan istisna’ paralel memang tidak
ada pelaksanaannya hannya sekedar teori tetapi tidak diamalkan dan praktekan
dibank permata syari’ah tersebut. Itulah sekilas urain tentang wawancara kami
bersama bapak Herick Hermawan atas kehilafan dan kekurangan kami mohon kritikan
dan masukannya dari dosen pembingbing makalah ini.
BAB III
KESIMPULAN
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesan dan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dengan persyaratan
tertentu yang di sepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN MUI) shani akan
menyiapkan barang yang di pesan
dengan spesifikasi yang telah di sepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain.
Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan
pemesan untuk memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat
memenuhi asset yang di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama
antara penjual dan pemesan tidak bergantung pada istishna, kedua antara
penjual dan pemasok, selain itu akad antara pemesan dan penjual dan akad antara
penjual dan pemesan harus terpisah dan
penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.
Istishna hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim
sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi
istishna diatur dalam Fatwa DSN Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang jual
beli istishna. Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan
barang. Karena istishna mirip dengan transaksi salam, beberapa
ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna.
Dengan adanya
pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk
hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna ddan istishna paralel
dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan
tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia
setiap saat dilakukan pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri. 2008. Akuntansi Syariah di
Indonesia. Jakarta: salemba empatjakarta.
Yaya, Riyal, dkk. 2012. Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
Wiyono, Slamet dan Taufan Maulamin. 2012. Memahami
Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.
[1] Sri Nurhayati, Akuntansi
Syariah di Indonesia, (Jakarta: salemba empatjakarta), 2008, h.216
[2] Rizal Yaya, dkk, Akuntansi
Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba Empat), 2012, h. 254-256
[3] Drs. Slamet
Wiyono, Ak, MBA, SAS dan Taufan Maulamin, SE, Ak, MM, Memahami Akuntansi
Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media), 2012, h. 162-178
[4] Rizal Yaya, dkk, Op. Cit.,
h. 256-258
Tidak ada komentar:
Posting Komentar